REFLEKSI DI BULAN AGUSTUS
Timor Leste masa lalu, Timor Leste masa kini, dan Timor Leste masa
depan
OLEH: TOZE CUNHA
Bulan Agustus adalah bulan sarat
sejarah bagi masyarakat dan bangsa Timor Leste. Setidaknya di bulan ini ada dua
peristiwa penting yang patut untuk terus dikenang oleh generasi-generasi
penerus bangsa ini. Dua peristiwa penting itu adalah tanggal 20 Agustus sebagai
hari Falintil-Forsa Defesa Timor Leste (F-FDTL) dan tanggal 30 Agustus sebagai
hari dimana rakyat Timor Leste dengan keberaniannya menentukan nasibnya sendiri
melalui jajak pendapat (referendum) yang berakhir dengan hasil terlepasnya
Timor Leste dari belenggu rezim Indonesia. Sebagai generesi muda yang lahir dan
tumbuh dalam masa-masa itu, penulis tentu merasa bangga, bahwa pada akhirnya
rakyat bangsa Timor Leste dapat terlepas dari penderitaan panjang yang
mengorbangkan banyak hal. Tidak terhitung berapa banyak korban yang berjatuhan,
berapa banyak isteri yang kehilangan suami mereka, anak-anak yang menanggis
karena harus kehilangan ayah mereka, para orang tua yang harus meratapi
kematian ana-anak mereka, darah yang terus-menerus mengalir, tulang yang
berserakan tanpa kubur, semua itu terjadi hanya untuk satu tujuan, yaitu
kemerdekaan. Merdeka dari belenggu penjajah.
Melalui tulisan ini, penulis ingin
mengajak semua komponen bangsa, terutama generasi pengisi dan penerus
kemerdekaan ini, untuk meluangkan sedikit waktu yang ada, merefleksikan
perjalanan bangsa Timor Leste di era kemerdekaan ini.
20 Agustus (Bangsa Timor Leste Memperjuangkan Jati Dirinya)
Penulis tidak akan mengulas
bagaimana awal mula lahirnya hari penuh sejarah pada tanggal 20 Agustus 1975,
karena pada waktu itu penulis belum terlahir ke dunia. Namun, satu yang pasti,
yang penulis dengar dari orang tua dan para pelaku sejarah bangsa ini bahwa
kemerdekaan yang saat ini dirasakan oleh semua rakyat Timor Leste tidak akan
pernah ada jika hari itu (tanggal 20 Agustus 1975) tidak pernah terjadi. Untuk
itu, sebagai salah satu generasi muda dari ribuan generasi muda yang saat ini
hidup di era kemerdekaan, hanya dapat mengucapkan rasa syukur dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada para pendahulu, pejuang bangsa ini, yang telah
berjuang dan mengorbangkan segala yang mereka miliki untuk kemerdekaan dan
kebebasan rakyat Timor Leste.
dalam era kemerdekaan ini, tanggal
20 Agustus diperingati sebagai hari angkatan bersejenta FALINTIL-Força Defeza De Timor Leste (F-FDTL).
Di usianya yang memasuki delapan tahun (dari hari restorasi kemerdekaan 20 Mei
2002), F-FDTL terus berbenah diri dan berkembang menjadi angkatan bersenjata
yang moderen. Berbagai perubahan telah banyak dilakukan di dalam tubuh F-FDTL,
mulai dari perubahan dalam struktur organisasi sampai sistem pendidikan
angkatan bersenjata yang semakin moderen. Tentu semua komponen bangsa ini akan
tetap dan terus berharap agar F-FDTL terus berkembang menjadi sebuah angkatan
bersenjata moderen yang kuat dan tangguh agar dapat terus menjaga stabilitas
bangsa dan melindungi segenap rakyat Timor Leste dari berbagai macam ancaman,
baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Pada tahun 2006, ketika terjadi krisis
politik di negara ini, F-FDTL telah menunjukkan kapasitasnya sebagai pelindung
bangsa yang mampu melindungi bangsa ini dari ancaman kehancuran. F-FDTL telah
menunjukkan intelektualitasnya sebagai angkatan bersenjata moderen yang mampu
menyelesaikan masalah dalam negeri tanpa kekerasan dan tanpa menimbulkan
korban. Sebuah keberhasilan yang patut diapresiasi oleh semua komponen di
negara tercinta ini.
Saat ini, setelah krisis politik 2006 rakyat bangsa ini mulai
hidup dalam ketenangan. Roda kehidupan mulai berjalan normal. Sendi-sendi
kehidupan bangsa ini mulai bergerak walaupun masih tersendat-sendat. Perlahan
namun pasti, masyarakat Timor Leste mulai menata hidup mereka dan melihat masa
depan yang lebih baik. Meski demikian, tentu kita semua harus tetap waspada
terhadap ancaman-ancaman yang bisa timbul kapan saja baik dari dalam maupun
luar negeri yang ingin menganggu stabilitas yang selama ini telah terjaga
dengan baik. Dan F-FDTL tetap diharapkan untuk menjadi garda terdepan dalam
menjaga dan melindungi masyarakat bangsa ini yang mulai hidup tenang dan damai.
30 Agustus (Bangsa Timor Leste Menemukan Jati Dirinya)
Kita semua pastinya pernah mendengar
kalimat ini, “ada awal tentu ada akhir atau ada yang memulai dan ada yang
mengakhiri”. Jika kita merujuk pada perjalanan sejarah bangsa ini mencari jati
dirinya, maka kita dapat mengatakan bahwa tanggal 20 Agustus 1975 adalah awal
dari para pejuang dan pahlawan bangsa ini mencari jati diri bangsa Timor Leste
sebagai sebuah bangsa yang patut dihargai bangsa manapun di dunia ini. Dan
tanggal 30 Agustus 1999 adalah akhir dari pencarian jati diri itu. Pada hari
itu seluruh rakyat Timor Leste dengan gagah berani menuju ke setiap tempat
pemunggutan suara di pelosok negeri ini untuk menunjukkan pada dunia tentang
apa sebenarnya yang diinginkan oleh rakyat bangsa ini.
Tanggal 30 Agustus adalah hari
kemenangan bagi seluruh rakyat Timor Leste, karena itu hari bersejarah tersebut
harus tetap dikenang dan dirayakan oleh segenap rakyat bangsa ini dari generasi
ke generasi. Ada derai air mata bahagia pada waktu itu. Derai air mata dan tawa
sejenak yang mampu menghapus semua beban penderitaan panjang yang dialami oleh
kaum bangsa Timor Leste. Rakyat Timor
Leste tersenyum dan dunia pun ikut tersenyum bersamanya.
Saat ini, sebelas (11) tahun sudah
waktu berlalu sejak saat itu. Banyak hal yang telah berubah dalam kehidupan
rakyat bangsa ini. Karakter, mental, dan watak rakyat telah banyak mengalami
perubahan. Jika dulu, pada masa pendudukan rezim Indonesia, rakyat terbiasa
menghitung Rupiah. Kini di era kemerdekaan, rakyat mulai terbiasa menghitung
dollar. Meski masih ada kerikil-kerikil kecil yang terkadang sering menganggu
mereka, namun rakyat Timor Leste tetap bersyukur dan berbahagia akan hari itu
tanggal 30 Agustus 1999.
Masa lalu adalah sejarah yang akan
terus dikenang dan diceritakan dari generasi ke generasi. Generasi bangsa ini
dan masa datang akan terus memberikan apresiasi dan penghargaan atas segala
pengorbanan yang telah ditunjukkan dan diberikan oleh para pejuang dan
pahlawannya. Namun demikian, Waktu terus berputar, roda kehidupan terus
berjalan. Seluruh komponen bangsa terutama para generasi muda Timor Leste harus
kembali berpikir dan berjuang bagaimana mengisi kemerdekaan yang telah berusia
11 tahun ini. Berjuang mengentaskan rakyat dari kemiskinan, kemelaratan,
keterbelakangan, dan kebodohan. Sebuah tanggung jawab yang sangat berat, tapi
harus mampu dipikul oleh generasi muda bangsa ini ke depan.
Timor Leste Kini
Menyoal Timor Leste masa kini, penulis mencoba melihatnya dari sisi
ekonomi. Karena penulis melihat bahwa, ekonomi merupakan salah satu faktor
penting dan menjadi tolak ukur kemajuan sebuah negara. Beberapa bulan terakhir
kita semua sering mendengar di radio, melihat di televisi, membaca di
koran-koran yang ada di Timor Leste, pemerintah mengatakan bahwa ekonomi Timor
Leste tahun ini mengalami peningkatan hingga 12.2%. Jika benar demikian adanya,
maka kita semua harusnya senang dan berbangga diri karena perjuangan meraih
kemerdekaan ini tidak sia-sia. Jika Timor Leste bisa mencapai peningkatan
ekonomi hingga 12.2% maka adalah sebuah kemajuan yang luar biasa, dan itu
pertanda bahwa rakyat bangsa ini telah
hidup makmur dan sejahtera. Tidak ada lagi jurang antara “si kaya” dan “si
miskin”. Tidak ada lagi jeritan-jeritan dari bawah (rakyat kecil). Rakyat sudah
dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Minimal mampu membeli
sembako (sembilan bahan pokok). Namun bagaimana kenyataannya? dari berbagai
penderitaan yang ada akhir-akhir ini melalui media-media yang ada di Timor
Leste, jeritan rakyat terdengar semakin nyaring. Sepertinya, peningkatan
ekonomi 12.2% ini belum bisa menyentuh mereka dan membuat merek tersenyum
bahagia seperti ketika mereka merayakan kebebasan dan kemerdekaannya pada
tanggal 30 Agustus 1999.
Harga gula melambung tinggi, harga
beras apalagi. Saat ini sangat susah mencari beras dengan label MTCI dengan
harga standar di pasar. Semua seolah tidak terkendali. Para pengusaha beras
menaikkan harga beras sesuka mereka. Tidak ada kontrol yang tegas bagi mereka.
Sepertinya ekonomi negara ini mulai dan akan terus dikontrol oleh segelintir
orang saja. Apakah Timor Leste akan menganut sistem ekonomi “siapa yang
punya uang dialah yang mengontrol”. Semoga saja tidak. Jangan sampai hal
seperti itu terjadi. Jangan sampai ada
mafia-mafia ekonomi yang memainkan kehidupan rakyat kecil ini. Tapi, inilah realitas kehidupan rakyat negara
Timor Leste saat ini. Sungguh miris kita melihatnya. Disatu sisi pemerintah
dengan bangga mengumungkan kemajuan peningkatan ekonomi yang mencapai 12.2%,
disisi lain rakyat menjerit semakin keras mengeluhkan tingginya harga
sembilan bahan pokok.
Meski demikian, penulis dan kita
semua tidak mengingkari bahwa pemerintah mulai dari I Governu Konstitusional
hingga IV Governu Konstitusional telah melakukan banyak hal bagi
kemajuan bangsa ini. Berbagai upaya telah mereka lakukan, seperti dengan
memberikan subsidi kepada orang tua (Idozos), bantuan beasiswa kepada
anak-anak yatim, pembangunan rumah tinggal bagi orang-orang yang tidak mampu
secara ekonomi (vulneravel), serta banyak hal lainnya. Tapi sekali lagi,
hal itu tidak akan cukup jika apa yang telah mereka dapatkan dari pemerintah
tidak mampu mengangkat harkat mereka sebagai rakyat kecil yang tidak mampu
membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Semua pemberian dan bantuan yang
pemerintah berikan akan menjadi sia-sia jika rakyat kecil masih terus menjerit
tentang mahalnya harga sembilan bahan pokok. Program povu kuda governu sosa tidak pernah berjalan sesuai
harapan.
Mari kita amati bersama-sama.
Siapakah yang saat ini menguasai sendi-sendi ekonomi di Timor Leste. Atau
setidaknya di Dili, sebagai jantung dari segala aktivitas ekonomi? Apakah
masyarakat dan para pengusaha Timor Leste? Tidak. Apakah para pengusaha dari
China, Indonesia, Malaysia? ya. Merekalah yang saat ini menguasai hampir semua
aktivitas ekonomi di jantung negara Timor Leste ini. Jika Dili kita jadikan sebagai
barometer ekonomi Timor Leste, maka dengan melihat realitas yang ada,
sepertinya bangsa ini sangat tidak berdaya menghadapi arus kedatangan para
pengusaha asing ini. Coba lihat lagi dengan cermat, mulai dari tukang sol
sepatu, tukang nasi goreng, hingga pengusaha kelas atas, dari manakah mereka
semua??? ya, jawaban Anda benar. Apakah Timor Leste sudah menganut sistem pasar
bebas yang “kebablasan”?. Apakah masyarakat bangsa ini sama sekali tidak mampu
melakukan apapun, hingga hal-hal kecil sekalipun (tukang sol sepatu, tukang
nasi goreng, etc) harus didatangkan dari luar?
Penulis bukanlah orang yang anti
pasar bebas. Karena penulis percaya, tidak ada satu masyarakat suatu bangsa di
mana pun di dunia ini yang mampu maju dan berkembang tanpa adanya bantuan dari
masyarakat bangsa lain. Timor Leste tidak akan pernah maju, jika harus menutup
diri dari bangsa luar. Apalagi jika Timor Leste akan bergabung dalam ASEAN pada
2012, maka tentu tidak akan terhindar dari yang namanya pasar bebas. Karena
saat ini antara ASEAN dan China telah menandatangani sebuah kesepakatan yang
dinamakan CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Banykanlah seperti apa aktivitas
ekonomi yang akan terjadi. Namun demikian, penulis sependapat dengan beberapa
orang di Timor Leste ini bahwa, hendaknya kebebasan ini dikontrol. Pemerintah
harus mampu mengontrol aktivitas ekonomi apa yang bisa eksis dan mana yang
tidak. Karena jika tidak, maka cepat atau lambat masyarakat bangsa ini akan
terpinggirkan. Apabila hal demikian terjadi, maka apalah arti kemerdekaan ini?
Timor Leste Masa Depan
Perdana Menteri (PM) Kay Rala Xanana Gusmão saat ini masih terus mengunjungi setiap
pelosok di negeri ini dan mendengungkan apa yang dinamakan dengan Plano
Estratejico Dezemvolvemento Nasional (PEDN). Melihat, membaca, dan
mendengarkan secara langsung apa yang dipaparkan dalam program ini, maka kita
dapat membayangkan sebuah Timor Leste yang damai, sejahtera, dan makmur. Dari
setiap tempat yang dikunjunginya, kita hampir selalu mendengar kata-kata yang
sama, seperti “Povu presiza be'e mos, eletrisidade lakan 24 oras, estrada
diak, eskola besik iha uma, asistensia saude nebe diak no besik” dan
sebagainya. Serta jika kita mendengar bahwa semua yang disebutkan itu akan
terwujud pada tahun 2030, maka sepertinya rakyat bangsa ini tidak akan
menderita lebih lama lagi. Waktu berlalu dengan cepat. Dan 20 tahun lagi
bukanlah waktu yang lama. Inilah rencana, impian, dan mimpi tidak hanya dari
seorang PM Xanana Gusmão semata tapi juga merupakan impian dan mimpi seluruh rakyat Timor Leste yang
mencintai bangsa Timor Leste.
Sepertinya
ini hanyala sebuah rencana, impian, dan mimpi yang kedengarannya sangat
berlebihan (mimpi disiang bolong) melihat realitas dan kualitas kehidupan
bangsa ini. Tapi bukan tidak mungkin semua itu bisa terwujud. Asalkan semua
komponen bangsa ini mau bekerja keras, bahu-membahu mau mewujudkan rencana,
impian, dan mimpi semua rakyat Timor Leste tersebut. Memang semua itu baru
sebatas rencana, tapi setidaknya kita semua sudah bisa melihat bagaimana Timor
Leste jadinya dalam kurung waktu 20 tahun mendatang. Penulis percaya, bahwa
rencana ini tidak lahir begitu saja. Tentu rencana ini telah melalui sebuah
pemikiran yang sangat matang dari seorang kharismatik seperti PM Xanana Gusmão
dan para pendiri bangsa ini. Generasi muda bangsa Timor Leste saat ini harus
bisa melihat semua rencana itu sebagai sebuah tantangan yang harus mampu
diwujudkan dalam kurung waktu 20 tahun mendatang. Semua generasi muda yang
hidup di alam kemerdekaan ini, harus bisa menanamkan rasa optimis dalam
memandang masa depan bahwa kehidupan rakyat Timor Leste akan menjadi lebih baik
masa-masa yang akan datang.
Selama
pemaparan program PEDN oleh PM Xanana Gusmão, tentu kita semua mengetahui bahwa
ternyata masih banyak sekali kekayaan alam Timor Leste belum tersentuh sama
sekali, disamping minyak yang menjadi primadona dan kebanggaan kita. Kita semua
berharap, agar siapa pun nantinya yang akan memerintah negeri ini, akan semakin
serius memperhatikan kualitas sumber daya manusia Timor Leste, tidak hanya
melalui bidang-bidang seperti kedokteran, ekonomi, maupun perminyakan, tapi
juga pada bidang-bidang yang lebih spesifik lagi sesuai dengan kebutuhan bangsa
ini di masa yang akan datang.
Akhirnya
penulis berharap semoga dibulan Agustus, bulan yang sangat menentukan bagi
perjalanan bangsa Timor Leste mencari jati dirinya, bulan sarat sejarah ini
mampu memberikan semangat baru bagi kita semua yang saat ini untuk semakin
bekerja lebih giat lagi membangun dan mengangkat harkat rakyat bangsa dari keterpurukan
hidup. Kita semua berharap, semoga pemerintah bisa lebih membuka telingganya
lebar-lebar untuk mendengar jeritan-jeritan rakyat yang semakin hari terus
bergema mengeluhkan mahalnya harga-harga sembilan bahan pokok. Semoga Timor
Leste menjadi lebih baik di masa depan.
Penulis adalah Dosen di Salah satu
Perguruan Tinggi Swasta di Baucau
Tinggal di Bairo Escola China, Vila Antiga
E-Mail: zecunha_bcu@yahoo.com
No comments:
Post a Comment